Minggu, 23 Juli 2017

Hanya menyukaimu membuatku terasa sesak

Lagu nan indah "suka-suka"
Karena suka membuat kita melakukannya.
Karena suka, kadang terasa lelah karena terlalu banyak.
Suka, tapi membuat sesak.
Bukan apa-apa, cuma tentang pekerjaan rumah tak di nilai.
Suka, tapi sayang tak di nilai
Suka, karena tak di nilai.

Pernah punya pr tapi lupa mengerjakan, tiba-tiba di sekolah guru pun lupa kalau ada pr. 
Suka banget yang kayak gini.
Tapi pernah juga mengerjakan tapi jawabannya salah, akhirnya gurunya yang mengerjakan.
Suka banget, karena salah gak jadi di nilai.
Pernah juga mengerjakan jawabannya benar, sudah dikumpulkan kepada guru, tapi berminggu-minggu malah gak jadi di nilai. 
Disitu saya merasa sedih. Tapi saya suka juga karena buku tugasnya minimal tidak hilang.

Yang membuatku seperti menyukaimu itu, pada saat mengingatmu dan kamu selalu diingatanku agar aku mengerjakannya, disitu saya merasa tak nyenyak tidur. Tapi saya suka, karena saya ingat kamu.

Ingatlah Ada PR, jangan lupa kata guru.

Aku suka mengerjakan PR membuatku belajar di rumah, tapi disitu saya merasa sedih karena belajar sendiri.

Saya suka, saya suka.
Tapi penatlah jika selalu ada.

Saya suka, saya suka
Tapi saya tak bisa tidur nyenyak kalau belum siap.

Saya suka, saya suka
Tapi, kenapa jawabannya masih salah

Sesaknya dada...

Sesak, sesak, sesak.

RUANG KOSONG ADALAH KESEMPATAN

Aku melihat bahwa banyak ruang yang masih kosong yang belum ada guru. Walau banyak sekali yang telah menjadi seorang guru. Bahkan sampai ada yang berkata jangan mau jadi guru sudah terlalu banyak guru disana sini, jadi guru itu gampang cuma modal ngomong doang di depan kelas, kadang tak perlu belajar karena sudah bertahun-tahun itu-itu saja yang diajarkan. "Ini Bapak Budi", "My Name is Rina", "1+1=2".


Dari cerita itu, saya melihat ada ruang kosong. Bukan karena guru yang banyak mengumpul di suatu tempat yang banyak siswanya, atau karena disuatu daerah terpencil membutuhkan guru waaaahhhh... "Niat menjadi guru relawan" yang menerima segala resiko di daerah tersebut. Jadi saya ada kesempatan menjadi guru begitu kira-kira.

Lumayan jadi beban, ketika guru itu mulai kehilangan arti nama guru itu sendiri.
Pengalaman pada saat PPLT di suatu sekolah negeri.
Dimana siswa 600 lebih dengan kapasitas lowongan guru sudah tidak ada. "TIDAK ADA LOWONGAN KERJA UNTUK GURU".
Tapi sedikit sekali yang terdidik. Apalagi yang menjadi juara.
Perbincangan saya dengan seorang siswa membuat saya berkata apakah siswa ini kurang pintar??
Dia berkata kepada saya "Aku bisa tapi tak pernah jadi juara, salahkah jika aku ingin diperhatikan seperti juara 1, yang selalu dijadikan contoh, diminta pendapatnya, bahkan sedikit-dikit namanya di panggil (si juara 1). Bagaimana menurut ibu?" Katanya padaku (walau cuma praktik tapi dipanggil ibu).


Adakah Murid yang tidak bisa di didik?
Kalau tidak ada, kenapa ada yang tinggal kelas, bahkan lebih parahnya ketika tidak lulus tapi ditamatkan.

Ruang kosong itu adalah kesempatan.
Kesempatan guru mengisi ruang kosong. Bukan mengimpal guru yang tidak hadir dalam ruangan kelas.
Sehingga ruangan itu tidak kosong.

Bukan, bukan itu yang saya mau menjadi seorang guru.

Saya melihat siswa itu kosong.
Saya melihat banyak siswa yang tidak tahu mereka belajar apa.
Saya melihat banyak siswa tapi sedikit yang diperhatikan cita-citanya.
Mungkin, saya termasuk pada saat sekolah dulu.

Itulah kesempatan saya menjadi guru kelak.

Sabtu, 22 Juli 2017

PROFESI TANPA UPAH ITU AMATIR

PROFESI TANPA UPAH ITU AMATIR

Kata-kata ini saya deskripsikan dari seorang dosen yang mengajar profesi kependidikan. Ini bukan mengenai setuju atau tidak setuju, atau suatu kejujuran atau kebohongan, bahkan bukan mengenai sesuatu yang menghina atau memuji profesi itu sendiri.

Hal yang kami perbincangkan pada saat itu mengenai bedanya pekerjaan dan profesi. Beliau pun bertanya seandainya bila kami lulus nanti dan menjadi seorang guru, apakah itu pekerjaan atau profesi?
Kala itu, ada rekan mahasiswa yang menjawab itu adalah sebuah profesi, karena pekerjaan itu berdasarkan latar belakang pendidikan kita yang hakekatnya menjadi seorang guru.

Guru adalah profesi? Atau Guru adalah pekerjaan?
Walau defenisi membedakannya, insan yang dulu dianggap pahlawan tanpa tanda jasa menjadi insan cendekiawan, ada kalanya bertanya berapa honor profesi guru? Atau mungkin pertanyaannya berapa upah guru honor? Bukan, bukan, bukan, mungkin pertanyaannya berapa upah profesi guru honor???? Kenapa bukan honorer? Karena honorer bukanlah profesi.

Ada yang bertanggungjawab mengatakan honorer adalah profesi?


Saya pernah berdebat kepada seseorang, ketika dia berkata siapapun yang mengajari kita itu adalah guru, Guru adalah pengajar. Kita bisa belajar pada siapa saja dan apa saja.
Saya katakan, saya setuju dengan kalimat keduanya saja. Tapi tidak untuk yang pertama.

Saya mengambil jurusan keguruan, bukan hanya karena saya banyak ilmu dari orang yang mengajar saya.
Saya mengambil jurusan keguruan, bukan hanya karena saya mau dibilang guru karena saya mengajar.
Apalagi bila alasannya saya mengambil jurusan keguruan karena saya mau menjadi guru honor?

Itu sangat mengerikan.
Andai saja guru itu adalah profesi, tak akan ada guru honor.
Karena guru tetap guru.
Jangan ada lagi golongan guru.
Apalagi per3bulan baru dapat honor.
Bulan 1,2, amatir dari guru golongan lain.
Sudah triwulan datang, ada ditangan, tapi terpaksa dikasih ditangan yang lain, hanya karena billing kebutuhan.
Syukur kalau cair.

penyandang guru pun, malu mengatakan itu profesi.
Karena ada guru honor.
Hanya mereka yang merasakan ini.

Selasa, 15 Januari 2013

"MALAIKAT DAN IBLIS"

Malaikat dan Iblis saling berdebat mengenai komputer. Perdebatan mereka berdua terus berlangsung sampai akhirnya Sang Malaikat merasa bosan. Sang malaikat berterus terang bahwa Dia sangat bosan dan malas untuk bertengkar.

Akhirnya Tuhan pun turun, dan Tuhan berkata “ hentikan pertengkaran kalian. Saya akan mengadakan sebuah tes selama 1 jam. Dari hasil tes kalian nanti Saya akan melihat siapa yang lebih pintar tentang komputer.”


Malaikat dan Iblis pergi menuju komputer mereka masing-masing dan mulai mengetik.
Malaikat bekerja sebaik mungkin dan malakukannya dengan penuh hikmat. Sementara setan mengerjakan secepat kilat tanpa berhenti. Dia pun menuliskan semua yang diketahuinya tentang komputer.
Lima menit menjelang waktu yang telah ditentukan tiba-tiba petir menyambar dan listrik pun padam.
Setan menatap layar komputer tampak kosong sambil menjerit.
Sementara Malaikat hanya mendesah dan tersenyum.

Akhirnya listrik hidup kembali. Mereka berdua menghidupKan kembali komputer mereka.  Setan mulai mencari datanya dengan sangat panik sambil menjerit “Semuanya telah hilang, hangus sudah terbakar”
Kemudian setan melihat Malaikat berjalan mengambil hasil prinan yang telah diketiknya selama 1 jam tadi.
Setan kembali berteriak “Itu tidak adil, kamu curang. Kenapa datamu tidak hilang sedangkan punyaku semua hilang?”

 Malikat menatapnya sambil berkata “God Save

Inti dari cerita diatas: Apapun yang kita lakukan tetap andalkan Tuhan. Karena pada saat sesuatu terjadi pada kita diluar dugaan kita. God Gives His Hand.